“Punggawa, Sentana dan Kawula” bisa kita ibaratkan sebuah wayang di dalam kotak, nasib dan kehidupan wayang tersebut ditentukan oleh “Dalang” ya “ Sang Pamomong” tersebut. Bila “Sang Pamomong” lengah karena akal, budi dan pambudi yang mestinya dalam fase lakon belum saatnya tampil ditampilkan, yach apa yang akan terjadi ??? terjadilah “Wayang Mbeling”.
Demikian juga kita yakin bahwa “Sang Pamomong” pasti tahu mana “wayang yang mbeling” dan mana “wayang yang tidak mbeling”. Sekaligus sangat tahu mana ”Wayang yang ngregoni” dan mana “Wayang yang njegali”, di dalam dunia politik “wayang mbeling” sangat identik dengan “kelompok oportunis” atau “kelompok abu-abu” yang sebagian besar “manjelma” menjadi “Ksatria bertopeng” yang sulit dipantau “gerakannya”.
Dan wayang-wayang mbeling seperti inilah yang akan bakal terkena tulak sare, kuwalat bahkan terkena hukum karma karena “aura wahyu” yang telah menyatu dengan “Sang Pamomong Satria Pinandhito” di khianati.
Dalam menjalankan dharma laku Ksatrianya bahwa Ksatria Pinandhito selalu berjalan pada rel kebenaran, keadilan, kesucian dan taat azas dalam pembuatan kebijakan baik kebijakan populis maupun kebijakan non populis sehingga bila menghadapi masalah selalu Tan samar pamoring sukma (tidak selalu khawatir dan percaya diri).
Demikian sekilas tentang telaah misteri “Sang Pamomong Satria Pinadhito” dalam kehidupan alam modern yang sulit dijangkau dalam wilayah pemikiran empiris kita yang terkadang logika kita menjadi buntu Karena semuanya “abstrak” adanya.